Assalamualaikum
Minggu, 06 Oktober 2013
In:
My Assignment
Materi Teori Komunikasi

MATERI TEORI KOMUNIKASI

PENGERTIAN TENTANG ILMU DAN TEORI DALAM KOMUNIKASI
Terdapat
banyak defenisi tentang ilmu yang dirumuskan oleh para ahli. Masing-masing
mempunyai penekanan arti yang berbeda satu dengan lainnya. Empat diantaranya
adalah sebagai berikut.
“Ilmu
adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan darimana
dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum”(Nasir,
1988).
“Konsepsi
ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal : adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi
dan dapat di disistematisasi”(Shapere,1974)
“Pengertian
ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan
realitas sosial”(Alfred Schutz,1962)
“Ilmu
tidak hanya merupakan sesuatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi
juga merupakan sesuatu metodologi”(Tan, 1954)
Dari
empat defenisi di atas dapatah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah
pengetahuan tentang suatu hal, baik yang menyangkut alam (natural) atau sosial
(kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berpikir.
Pengertian ilmu dalam dunia ilmiah menuntut tiga ciri. Pertama, ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan
pada logika. Kedua, ilmu harus
terorganisasikan secara sistematik. Ketiga,
ilmu harus berlaku umum.
Pengertian
mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai karakteristik yang sama
dengan pengertian ilmu secara umum sebagaimana telah dijelaskan pada peristiwa-peristiwa
komunikasi antarmanusia. Salah satu defenisi yang cukup jelas mengenai ilmu
komunikasi diberikan oleh Berger dan Chafee dalam buku mereka Handbook of
Communication Science terbitan tahun 1987. Menurut Berger dan Chafee, ilmu
komunikasi adalah “Ilmu pengetahuan tentang produksi, proses dan pengaruh dari
sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat
diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan
dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.”
Pengertian
ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Chafee tersebut memberikan 3
(tiga) pokok pikiran. Pertama, objek pengamatan yang jadi focus perhatian dalam
ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda
dan lambang dalam konteks kehidupan manusia. Kedua, ilmu komunikasi bersifat “ilmiah-empiris”(scientific)
dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk-bentuk
teori) harus berlaku umum. Ketiga, ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan
fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari
sistem-sistem tanda dan lambang.
Berdasarkan
defenisi dari Berger dan Chafee serta uraian-uraian yang telah dikemukakan pada
bagian sebelumnya tentang ciri-ciri ilmu, dapatlah dikatakan bahwa ilmu
komunikasi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang peristiwa komunikasi
yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses dan pengaruhnya
yang dilakukan secara rasional dan sistematik, serta kebenarannya dapat diuji
dan digeneralisasikan.
Secara
umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai
berikut.
1.
Teori adalah abstraksi dan realitas
2.
Teori terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan
defenisi-defenisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia
empiris secara sistematis.
3.
Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi dan
aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan.
4.
Teori terdiri dari teorema-teorema, yakni
generalisasi-generalisasi yang diterima/terbukti secara empiris.
Dari
pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa teori pada
dasarnya merupakan “konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang
suatu fenomena”. Teori memiliki 2 ciri umum. Pertama, semua teori adalah “abstraksi” mengenai suatu hal. Dengan
demikian teori sifatnya terbatas. Teori tentang radio kemungkinan besar tidak
dapat dipergunakan untuk menjelaskan hal-hal yang menyangkut televisi. Kedua, semua teori adalah konstruksi
ciptaan individual manusia. Oleh sebab itu sifatnya relative tergantung pada
cara pandang sipencipta teori, sifat dan aspek hal yang diamati, serta
kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan di
sekitarnya.
Berdasarkan
uraian di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori komunikasi pada
dasarnya merupakan “Konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena
peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia”. Peristiwa yang dimaksud, seperti
yang dimaksud oleh Berger dan Chafee mencakup produksi, proses dan pengaruh
dari sistem-sistem tanda dan lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Penjelasan
dalam teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan pendefenisian
variable-variabel, tetapi juga mendefenisikan keberaturan hubungan di antara variable.
Menurut Littlejohn (1987,1989,2002), penjelasan dalam teori berdasaran pada
“prinsip keperluan” (the principle of necessity), yakni suatu penjelasan yang
menerangkan variabel-variabel apa yang kemungkinan diperlukan untuk
menghasilkan sesuatu.
Selanjutnya,
Littlejohn menjelaskan bahwa prinsip keperluan ini aa tiga macam :
1. Causal
necessity (Keperluan kausal) : berdasarkan asas hubungan sebab akibat.
Umpamanya, karena ada Y dan Z maka terjadi X.
2. Practical
necessity (keperluan praktis) : menunjuk pada kondisi hubungan
“tindakan-tindakan konsekuensi”. Kalau menurut keperluan kausal X terjadi karena
Y dan Z, maka menurut prinsip penjelasan keperluan praktis Y dan Z memang
bertujuan untuk, atau praktis akan, menghasilkan X.
3. Logical
necessity (keperluan logis) : berdasarkan pada asas konsistensi logis. Artinya,
Y dan Z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan X.
Sifat
dan tujuan teori, menurut Abraham Kaplan (1964), adalah bkan semata untuk
menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta,
mengorganisasikan serta mempresentasikan fakta tersebut. Suatu teori harus
sesuai dengan dunia ciptaan Tuhan, dalam arti dunia yang sesuai dengan ciri
yang dimilikinya sendiri. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang
sesuai dengan realitas kehidupan. Teori yang baik adalah teori yang
konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan
dalam kehidupan nyata. Apabila konsep dan penjelasan teori tidak sesuai dengan
realitas maka keberlakuannya diragukan dan teori demikian tergolong teori semu.
Teori
mempunyai fungsi. Menurut Littlejohn, fungsi teori ada 9 :
1. Mengorganisasikan
dan menyimpulkan
Dalam mengamati realitas kita tidak boleh terpotong-potong. Kita
perlu mengorganisasikan dan mensistensikan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan
di dunia. Pola-pola dan hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan
kita tentang pola-pola dan hubungan-hubungan ini kemudian diorganisasikan dan
disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau
dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.
2. Memfokuskan
Hal-hal atau aspek-aspekm dari suatu objek yang diamati harus
jelas fokusnya. Teori pada dasarnya hanya menjelaskan tentang suatu hal, bukan
banyak hal.
3. Menjelaskan
Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang
diamatinya. Penjelasan ini tidak hanya berguna untuk memahami pola-pola,
hubungan-hubungan tetapi juga untuk menginterpretasikan peristiwa-peristiwa
tertentu.
4. Mengamati
Menunjukan bahwa teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang
sebaiknya diamati, tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengamatinya.
Oleh karena itulah teori yang baik adalah teori yang berisikan konsep-konsep
operasional. Konsep operasional ini penting karena bisa dijadikan sebagai
patokan untuk mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi teori.
5. Membuat
prediksi
Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun
berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang
keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori, juga
tercerminkan dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi prediksi ini terutama
sekali penting bagi bidang-bidang kajian komunikasi terapan, seperti persuasi
dan perubahan sikap, komunikasi dalam organisasi, dinamika kelompok kecil,
periklanan, “public relations” dan media massa.
6. Heuristic
atau heurime
Aksioma umum menyebutkan bahwa teori yang baik adalah teori yang
mampu merangsang penelitian. Ini berarti bahwa teori yang diciptakan dapat
merangsang timbulnya upaya-upaya penelitian selanjutnya. Hal ini dapat terjadi
apabila konsep-konsep dan penjelasan-penjelasan teori cukup jelas dan
operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian
selanjutnya.
7. Komunikasi
Menunjukkan bahwa teori seharusnya tidak menjadi monopoli si
penciptanya. Teori harus dipublikasikan, didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan.
Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat
dilakukan.
8. Kontrol/mengawasi
Bersifat normative, hal ini dikarenakan bahwa asumsi-asumsi teori
dapat kemudian berkembang menjadi norma-norma atau nilai-nilai yang dipegang
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi sebagai
sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
9. Generatif
Fungsi ini, terutama sekali menonjol dikalangan pendukung
tradisi/aliran pendekatan interpretative dan teori kritis. Menurut pandangan
aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural,
serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
Proses
pengembangan atau pembentukan teori umumnya mengikuti model pendekatan
eksperimental yang lazim dipergunakan dalam ilmu pengetahuan alam. Menurut
pendekatan ini, biasa disebut hypothetico-deductive method (metode
hipotesis-deduktif), proses pengembangan teori melibatkan empat tahap sebagai
berikut ;
1. Developing questions
(mengembangan pertanyaan).
2. Forming
hypotheses (menyusun hipotesis)
3. Testing the
hypotheses (menguji hipotesis)
4. Formulating
theory (memformulasikan teori)
Proses
dari keempat tahap pengembangan teori ini, sebagaimana dijelaskan oleh
Littlejohn, adalah sebagai berikut.
Gambar
di atas menunjukkan bahwa pertama, asumsi-asumsi teori dideduksi menjadi
hipotesis. Kemudian hipotesis ini dirinci lagi ke dalam konsep-konsep
operasional yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk pengamatan/observasi.
Berdasarkan hasil-hasil temuan pengamatan yang dilakukan melalui metode dan
pengukuran tertentu, kemudian dibuat generalisasi-generalisasi, dan dari
generalisasi-generalisasi ini akhirnya diinduksi menjadi teori.
Ada
beberapa patokan yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam mengevaluasi
kesahihan teori. Pertama, adalah
“cakupan teoretis” (theoretical scope). Dengan demikian persoalan pokok disini
adalah apakah suatu teori yang dibangun memiliki prinsip “generality” atau
keberlakuan umum. Pakotan kedua adalah
“kesesuaian” (appropriateness), yakni apakah isi teori sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan/permasalahan-permasalahan teoretis yang diteliti. Ketiga adalah “heuristic”. Pertanyaannya
adalah apakah suatu teori yang dibentuk punya potensi untuk menghasilkan
penlitian atau teori-teori lainnya yang berkaitan. Validitas atau konsistensi
internal dan eksternal merupakan patokan yang keempat. Konsistensi internal mempersoalkan apakah konsep dan
penjelasan teori konsisten dengan pengamatan. Sementara itu, konsistensi
eksternal mempertanyakan apakah teori yang dibentuk didukung oleh teori-teori
lainnya yang telah ada. Patokan kelima
adalah parsimony (kesederhanaan). Inti pemikirannya adalah bahwa teori yang
baik berisikan penjelasan-penjelasan yang sederhana.
KOMPONEN KONSEPTUAL DAN JENIS-JENIS TEORI KOMUNIKASI
Sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi sebagai ilmu
pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, defenisi-defenisi mengenai
komunikasi yang diberikan para ahli pun sangat beragam. Masing-masing punya
penekanan arti, cakupan dan konteksnya yang berbeda satu sama lainnya. Frank E.X. Dance (1976), seoang sarjana
Amerika yang menekuni bidang komunikasi, menginventarisasi 126 defenisi
komunikasi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Dari defenisi-defenisi ini ia
menemukan 15 komponen konseptual pokok. Berikut adalah gambaran mengenai kelima
belas komponen tersebut disertai dengan contoh-contoh defensinya.
1.
Simbo-simbol/verbal/ujaran
“Komunikasi
adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal,” (Hoben,1954)
2.
Pengertian/pemahanan
“Komunikasi
adalah suatu proses dengan makna kita bisa memahami dan dipahami oleh orang
lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan berubah
dengan situasi yang berlaku.” (Anderson, 1959)
3.
Interaksi/hubungan/proses sosial
“Interaksi
juga dalam tingkatan biologis adalah salah satu perwujudan komunikasi, karena
tanpa komunikasi tindakan-tindakan kebersamaan tidak akan terjadi.” (Mead,
1963).
4.
Pengurangan rasa ketidakpastian
“Komunikasi
timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian,
bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.” (Bamlund, 1964).
5.
Proses
“Komunikasi
adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain
melalui penggunaan simbol-simbol, sepert kata-kata, gambar-gambar, angka-angka
dan lain-lain.” (Berelson dan Steiner, 1964).
6.
Pengalihan/penyampaian/pertukaran
“Penggunaan
kata komunikasi tampaknya menunjuk kepada adanya sesuatu yang dialihkan dari
suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya. Kata komunikasi
kadang-kadang menunjuk kepada apa yang dialihkan, alat apa yang dipakai sebagai
saluran pengalihan, atau menunjuk kepada keseluruhan proses upaya pengalihan.
Dalam banyak kasus, apa yang dialihkan itu kemudian menjadi milik atau bagian
bersama. Oleh karena itu, komunikasi juga menuntut adanya partisipasi.”
(Anyer,1955)
7.
Menghubungkan/menggabungkan
“Komunikasi
adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dalam kehidupan dengan
bagian lainnya.” (Ruesch, 1957)
8.
Kebersamaan
“Komunikasi
adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seorang
(monopoli seorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.” (Gode, 1959)
9.
Saluran/alat/jalur
“Komunikasi
adalah alat pengiriman pesan-pesan kemiliteran perintah/order, dll seperti
telegraf, telepon, radio, kurir, dll.” (American College Dictionary).
10.
Replika memori
“Komunikasi
adalah proses yang mengarahkan perhatian seseorang dengan tujuan mereplikasi
memori.” (Cartier dan Harwood, 1953).
11.
Tanggapan diskriminatif
“Komunikasi
adalah tanggapan diskriminatif dari suatu organisme terhadap suatu stimulus.”
(Stevens, 1950).
12.
Stimuli
“Setiap
tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang berisikan
stimuli diskriminatif dari suatu sumber terhadap penerima.” (Newcomb, 1966)
13.
Tujuan/kesenjangan
“Komunikasi
pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap penerima
dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima.” (Miller, 1966)
14.
Waktu/situasi
“Proses
komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu keseluruhan struktur situasi ke
situasi yang lain sesuai pola yang diinginkan.” (Sondel, 1956)
15.
Kekuasaan/kekuatan
“Komunikasi adalah suatu mekanisme
yang menimbulkan kekuatan/kekuasaan.” (Schacter, 1951)
Kelima belas komponen konseptual di atas merupakan kerangka acuan
yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menganalisis fenomena peristiwa
komunikasi. Komponen-komponen tersebut, baik secara tersendiri, secara gabungan
(kombinasi dari beberapa komponen) ataupun secara keseluruhan, dapat dijadikan
sebagai focus perhatian dalam penelitian.
Menurut Littlejohn (1989), berdasarkan metode penjelasan serta
cakupan objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi
dalam dua kelompok. Kelompok pertama disebut kelompok “teori-teori umum”
(general theories). Kelompok kedua adalah kelompok “teori-teori kontekstual”
(contextual theories).
Ada 4 jenis
teori yang diklasifikasikan masuk ke dalam kelompok teori-teori umum :
1.
Teori-teori fungsional dan structural
2.
Teori-teori behavioral dan cognitive
3.
Teori-teori konvensional dan interaksional
4.
Teori-teori kritis dan interpretif
Sementara
kelompok teori-teori kontekstual terdiri dari teori-teori tentang :
1.
Komunikasi antarpribadi
2.
Komunikasi kelompok
3.
Komunikasi massa.
1. Kelompok Teori Umum
1.1. Teori-teori Fungsional dan Struktural
Ciri dari
jenis teori ini (meskipun istilah fungsional dan structural barangkali tidak
tepat) adalah adanya kepercayaan atau pandangan tentang berfungsinya secara
nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Menurut pandangan ini,
seorang pengamat adalah bagian dari struktur. Oleh karena itu, cara pandangnya
juga akan dipengaruhi oleh struktur yang berada di luar dirinya.
Meskipun
pendekatan fungsional dan structural ini sering kali dikombinasikan, namun masing-masing
mempunyai titik penekanan yang berbeda. Pendekatan strukturalisme yang berasal
dari linguistil, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut
pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Pendekatan fungsionalisme yang
berasal dari biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara
mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Apabila ditelaah kedua pendekatan
ini sama-sama mempunyai penekanan yang sama, yakni tentang sistem sebagai
struktur yang berfungsi.
Kedua
pendekatan ini juga memiliki beberapa persamaan karakteristik sebagai berikut.
a.
Baik pendekatan strukturalisme ataupun pendekatan fungsionalisme,
dua-duanya sama-sama lebih mementingkan stabilitas dalam kurun waktu tertentu)
daripada perubahan dalam kurun waktu tertentu.
b.
Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kecenderungan memusatkan
perhatiannya pada “akibat-akibat yang tidak diinginkan” daripada hasil-hasil
yang sesuai tujuan. Kalangan strukturalis tidak mempercayai konsep-konsep
“subjektivitas” dan “kesadaran”. Bagi mereka yang diamati terutama sekali
adalah faktor-faktor yang berada di luar control dan kesadaran manusia.
c.
Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kepercayaan bahwa realitas
itu pada dasarnya objektif dan independent (bebas). Oleh karena itu,
pengetahuan menurut pandangan ini dapat ditemukan melalui metode pengamatan
empiris yang cermat.
d.
Pendekatan strukturalisme dan fungsionalisme juga sama-sama
bersifat dualistis, karena kedua-duanya memisahkan bahasa dan lambang dari
pemikiran-pemikiran dan objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Menurut
pandangan ini, dunia ini hadir karena dirinya sendiri, sementara bahasa
hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah ada.
e.
Kedua pendekatan juga sama-sama memegang prinsip the
correspondence theory of truth (teori kebenaran yang sesuai). Menurut teori ini
bahasa harus sesuai dengan realitas. Symbol-simbol harus merepresentasikan
sesuatu secara akurat.
1.2 Teori-teori
Behavioral dan Cognitive
Sebagaimana
halnya dengan teori-teori strukturalis dan fungsional, teori-teori behavioral
dan kognitif juga merupakan gabungan dari dua tradisi yang berbeda. Asumsinya
tentang hakikat dan cara menentukan pengetahuan juga sama dengan aliran
strukturalis dan fungsional. Perbedaan utama antara aliran behavioral dan
kognitif dengan aliran strukturalis dan fungsional hanyalah terletak pada focus
pengamatan serta sejarahnya. Teori-teori strukturalis dan fungsional yang
berkembang dari sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya cenderung memusatkan
pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur sosial dan budaya.
Sementara teori-teori behavioral dan kognitif yang berkembang dari psikologi
dan ilmu-ilmu pengetahuan behavioralis lainnya, cenderung memusatkan
pengamatannya pada diri manusia secara individual. Salah satu konsep
pemikirannya yang terkenal adalah tentang model “S-R” (Stimulus-ressponse)
menggambarkan proses informasi antara “Stimulus”(rangsangan) dan “Respons”
(tanggapan).
Teori-teori
“behavioral dan cognitive” juga mengutamakan “Variable analytic” (analisis
variabel). Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasi
variabel-variabel kognitif yang dianggap penting, serta mencari hubungan
kolerasi diantara variabel. Analisis ini juga menguraikan tentang cara-cara
bagaimana variabel-variabel proses kognitif dan informasi menyebabkan atau
menghasilkan tingkah laku tertentu.
Komunikasi menurut
pandangan teori ini, dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses
berpikir dan fungsi “bio-neural” dari individu. Oleh karenanya,
variabel-variabel penentu yang memegang peranan penting terhadap sarana kognisi
seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar control dan kesadaran orang
tersebut.
1.3. Teori-teori Konvensional dan Interaksional
Teori-teori
ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang
membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk
dalam hal ini bahasa dan symbol-simbol. Komunikasi menurut teori ini dianggap
sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society). Kelompok teori ini
berkembang dari aliran pendekatan “interaksionisme simbolis” sosiologi dan
filsafat bahasa ordiner. Bagi kalangan pendukung teori-teori ini, pengetahuan
dapat ditemukan melalui metode interpretasi.
Teori
interaksional dan konvensional memandang struktur sosial sebagai produk dan
interaksi. Focus pengamatan teori-teori ini bukan terhadap struktur, tetapi
tentang bagaimana bahasa dipergunakan untuk membentuk struktur sosial, serta
bagaimana bahasa dan symbol-simbol lainnya diproduksi, dipelihara serta diubah
dalam penggunaannya. Makna, menurut pandangan kelompok teori ini, tidak
merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi, tetapi
muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Dengan kata lain, makna merupakan
produksi dari interaksi.
Menurut teori
interaksional dan konvensional, makna pada dasarnya merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu, makna
dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu
kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari
makna adalah relative dan temporer.
1.4. Teori-teori Krisis
dan Interpretif
Asumsi dasar
dari teori-teori ini adalah
1.
Penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada
pengalaman individual.
2.
Makna merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman
dipandang sebagai meaning centered atau dasar pemahaman makna.
3.
Bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman
manusia.
Teori
interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia. Dan teori kritis
berkaitan dengan cara-cara dimana kondisi manusia mengalami kendala dan
berusaha menciptakan berbagai metode untuk memperbaiki kehidupan manusia.
2. Teori Komunikasi Kontekstual
2.1. Intrapersonal
Communication (komunikasi intrapribadi)
Proses komunikasi
yang terjadi dalam diri seseorang. Yang menjadi pusat perhatian adalah
bagaimana jalannya proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui
sistem syaraf dan indranya. Teori komunikasi intrapribadi umumnya membahas
mengenai proses pemahaman, ingatan dan interpretasi terhadap symbol-simbol yang
ditangkap melalui pancaindra.
2.2. Interpersonal
Communication (Komunikasi antarparibadi)
Komunikasi
antar perorangan dan bersifat pribadi, baik yang terjadi secara langsung
ataupun tidak langsung. Kegiatan-kegiatan seperti tatap muka, melalui telepon,
surat-menyurat pribadi merupakan contoh komunikasi antar pribadi. Teori-teori
komunikasi antarpribadi memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan
sifat-sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik komunikasi.
2.3. Komunikasi Kelompok
(Group Communication)
Proses komunikasi
yang berlangsung diantara orang-orang di dalam suatu kelompok. Komunikasi
kelompok melibatkan komunikasi antarpribadi. Teori-teori komunikasi kelompok
antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi, pola dan bentuk
interaksi serta pembuatan keputusan.
2.4. Komunikasi Organisasi
(Organization Communication)
Pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan di dalam organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan
bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi
antarpribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan teori-teori komunikasi
organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan
antarmanusia, komunikasi dan proses perorganisasian serta kebudayaan
organisasi.
2.5. Komunikasi Massa
(Mass Communication)
Komunikasi melalui
media massa modern yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Proses
komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi intrapribadi, komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi. Teori-teori
komunikasi massa memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur
media, hubungan media dan masyarakat, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa,
serta dampak atau hasil komunikasi massa terhadap individu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar