Assalamualaikum
Kamis, 26 September 2013
In:
My Assignment
7 Tradisi Dalam Komunikasi
TUGAS TEORI KOMUNIKASI
TRADISI - TRADISI DALAM KOMUNIKASI
Dalam ilmu komunikasi, penelitian terhadap gejala-gejala
atau realitas komunikasi telah berkembang sejak lama sehingga dalam ilmu
komunikasi dikenal tradisi-tradisi yang unik. Seorang Profesor komunikasi
Universitas Colorado, Robert Craig, telah memetakan tujuh (7) bidang tradisi
dalam teori komunikasi yang disebut sebagai 7 tradisi dalam Griffin(2000:22-35)
, yakni :
1.
Tradisi Komunikasi Semiotika
A.
Apa itu Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda memrepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, kondisi diluar tanda – tanda itu sendiri.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Semiotika
Gagasan utama dalam tradisi ini
adalah konsep dasar dalam memaknai sebuah tanda yang didefinisikan sebagai
sebuah stimulus untuk menunjukkan kondisi lain. Misalkan ketika kita melihat
sebuah asap maka hal tersebut menandakan adanya api.
Tiap simbol antara masyarakat
satu dan masyarakat lain akan berbeda maknanya ketika digunakan dalam
berkomunikasi. Dengan perhatian pada
tanda dan simbol, semiotik menyatukan kumpulan teori-teori yang sangat luas dan
berkaitan dengan bahasa, wacana dan tindakan-tindakan nonverbal. (Littlejohn,
2009 : 54).
Semiotik merupakan ilmu yang memiliki segi
keunikan tersendiri. Budaya menjadi aspek yang esensial dalam kajian tradisi
ini, sebab budaya menentukan tiap makna yang terkandung dalam sebuah simbol.
Oleh sebab itu dalam semiotik tanda memiliki sifat arbitrer. Kebanyakan
pemikiran semiotik melibatkan ide dasar triad
of meaning yang menegaskan bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga
hal: benda(atau yang dituju), manusia (penafsir), dan tanda.
Pola kajian dalam tradisi semiotik ini tidak
hanya sekedar memaknai setiap bentuk tanda, tetapi juga memiliki aspek penting
dalam melakukan persuasif terhadap orang lain. Pada titik inilah kajian
semiotik memiliki segi keunikan tersendiri, yaitu bagaimana memaknai tanda dan
mempersuasif orang lain dengan pemaknaan terhadap tanda tersebut. Diantara
sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders
Peirce dan Ferdinand de Saussure yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka
semiotika modern, kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama
semiotika modern. Pierce mendefinisikan semiosis sebagai hubungan diantara
tanda, benda dan arti. Tanda tersebut merepresentasikan benda atau yang
ditunjuk di dalam pikiran si pemikiran penafsir.
C.
Varian Dalam Tradisi Semoitika
Tradisi Semiotika itu sendiri terbagi atas tiga variasi,
yaitu:
a)
Semantic (bahasa), merujuk pada
bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau tentang keberadaan dari
tanda itu sendiri.
b)
Sintaktik, yaitu studi mengenai hubungan
di antara tanda. Tanda tidak pernah sendirian mewakili dirinya, tanda adalah
selalu menjadi bagian dari sistem tanda yg lebih besar (kompleks). Sintaktik
memungkinkan manusia menggunakan berbagai kombinasi tanda yang sangat banyak untuk
mengungkapkan arti atau makna.
c)
Paradigmatic, melihat bagaimana
sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda
bisa saja dimaknai berbeda oleh masing-masing orang sesuai dengan latar
belakang budayanya.
Keunggulan semiotika terletak pada ide-ide tentang
kebutuhan akan bahasa umum dan identifikasinya tentang subyektifitas sebagai
penghalang untuk memahami.
2.
Tradisi Komunikasi Fenomonologi
A.
Apa itu Fenomonologi
Tradisi fenomenologi ini berkonsentrasi pada
pengalaman pribadi termasuk bagian individu-individu yang ada saling memberikan
pengalaman satu sama lainnya. Fenomenologi merupakan cara yang digunakan
manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung. (Littlejohn, 2009 :
57). Konsep pengalaman seseorang dalam memaknai sebuah fenomena menjadikannya
sebagai sebuah pedoman untuk memahami konsep fenomena lain yang terjadi di
hadapannya.
Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi
pengalaman antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat
kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Meskipun fenomenologis mengacu pada
terminologi filosofis, akan tetapi pada dasarnya lebih merujuk pada analisis
yang insentif terhadap kehidupan sehari-hari dari sudut pandang orang yang
mengalami kehidupan tersebut. Oleh karena itu, tradisi fenomenologis sangat
bergantung pada persepsi dan interpretasi orang-orang tentang pengalaman
subyektifnya.
Pakar tradisi fenomenologis Maurice
Merleau-Ponty, menyatakan semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan
ilmiahnya, diperoleh dari beberapa pengalaman akan dunia. Dengan begitu,
fenomenologis membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. Akan
tetapi, tentu saja persoalannya tidak ada dua orang yang mempunyai cerita
kehidupan yang persis sama.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Fenomenologi
Ada tiga prinsip dasar dari fenomenologi menurut Stanley
Deetz, yaitu :
1. Pengetahuan ditemukan secara
langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita
berhubungan dengannya.
2. Makna benda terdiri atas kekuatan
benda adalam kehidupan sesesorang. Bagaimana seseorang memandang sesuatu benda,
tergantung dari bagaimana berhubungan dengan benda itu untuk menetukan maknanya.
3. Yang ketiga adalah bahasa adalah
kendaraan dari makna. Semua orang mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan
untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
C.
Varian Dalam Tradisi Fenomenologi
Kajian fenomenologi terbagi menajdi tiga variasi yaitu:
a)
Fenomonologi Klasik
Dipelopori oleh Edmund Husserl penemu
Fenomenologi Modern. Husserl percaya kebenaran hanya bisa didapatkan melalui
pengarahan pengalaman. seorang individu
harus menyingkirkan frame of reference terlebih dahulu jika ingin memahami sesuatu
yang terjadi di masyarakat secara mendalam. Dengan kata lain kesadaran akan
pengalaman dari setiap individu adalah jalur yang tepat untuk memahami
realitas. Hanya melaui kesadaran dan perhatian maka kebenaran dapat diketahui.
Seseorang harus mengesampingkan segala
pemikiran dan kebiasaan untuk melihat pengalaman lain untuk dapat mengetahui
sebuah kenyataan. Pada alur ini dunia hadir dengan sendirinya dalam alam sadar
seseorang. Dalam artian menurut Husserl seseorang dapat memaknai suatu
pengalaman secara objektif dengan tanpa membawa pemahaman orang itu sebelumnya
terhadap pengalaman itu dalam artian harus objektif.
b)
Fenomenologi Persepsi
Berlawanan dengan Husserl yang membatasi
fenomenologi pada objektivitas. Pencetus teori ini adalah Maurice Merleau Ponty,
menyatakan bahwa pengalaman itu subjektif, bukan objektif dan percaya bahwa
subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Baginya, manusia
merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di
dunia ini. Marleu Ponty menjelaskan manusia adalah kesatuan dari mental dan
fisik yang mengartikan atau mempersepsikan dunia. Seseorang mengetahui berbagai
hal hanya melalui hubungan seseorang ke berbagai hal tersebut. Sebagaimana pada
umumnya manusia, seseorang dipengaruhi oleh dunia akan tetapi seseorang juga
mempengaruhi dunia terhadap pengalaman tersebut.
Segala sesuatu tidak ada dengan sendirinya
dan terpisah dari bagaimana semuanya diketahui. Manusia memberikan makna pada
benda-benda di dunia, sehingga pengalaman fenomenologis apapun tentunya
subjektif. Jadi, terdapat dialog antara manusia seebagai penafsir dan benda
yang mereka tafsirkan.
c)
Fenomenologi Hermeneutik
Aliran ini selalu dihubungkan dengan Martin
Heidegger dengan landasan filosofis yang juga biasa disebut dengan Hermeneutic
of dasein yang berarti suatu “interpretasi untuk menjadi”. Yang paling utama
bagi Heidegger adalah pengalaman tak dapat terjadi dengan hanya memperhatikan
dunia. Menurut Heidegger pengalaman sesuatu tak dapat diketahui melalui analisa
yang mendalam melainkan pengalaman seseorang yang mana diciptakan dengan
penggunaan bahasa dalam keseharian. Apa yang nyata dan apa yang sekedar
pengalaman melalui penggunaan bahasa.
Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi
yang mengagumkan, pada dasarnya menunjukkan analisis terhadap kehidupan
sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu
mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Menurut
Littlejohn, interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif
dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Bagi seorang fenomenologis, cerita
kehidupan seseorang lebih penting daripada axioma-axioma komunikasi.
3.
Tradisi Komunikasi
Sibernetika
A.
Apa itu Sibernetika (Cybernetic)
Sibernetika merupakan tradisi sistem-sistem
kompleks yang didalamnya banyak orang saling berinteraksi, mempengaruhi satu
sama lainnya. Dalam tradisi ini menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis,
sosial, dan perilaku bekerja.
Dalam sibernetika komunikasi dipahami sebagai
sistem bagian-bagian atau variabel yang mempengaruhi satu sama lainnya,
membentuk serta mengontrol karakter keseluruhan sistem, dan layaknya organisme
menerima keseimbangan dan perubahan.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Sibernetika
Sibernetika dalam kesan yang sempit
dipopulerkan oleh Norbert Wiener pada tahun 1950-an. Sebagai kajian sibernetika
merupakan cabang dari teori sistem yang memfokuskan diri pada putaran timbal
balik dan proses-proses kontrol. Konsep ini mengarahkan pada seseorang atas
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana sesuatu saling mempengaruhi satu sama
lainnya dalam cara yang tak berujung. Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep
penting yang dikaji antara lain pengirim, penerima, informasi, umpan balik,
redudancy, dan sistem. Walaupun dalam tradisi ini seringkali mendapat kritik
terutama berkenaan dengan pandangan asumtif yang cenderung menyamakan antara
manusia dengan mesin dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul
karena hubungan sebab akibat yang linier.
Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep penting
yang dikaji antara lain pengirim, penerima, informasi, umpan balik, redudancy,
dan sistem. Walaupun dalam tradisi ini seringkali mendapat kritik terutama
berkenaan dengan pandangan asumtif yang cenderung menyamakan antara manusia
dengan mesin dan menganggap bahwa suatu realitas atau gejala timbul karena
hubungan sebab akibat yang linier.
C.
Varian Dalam Tradisi Sibernetika
Ada tiga macam Teori dalam Tradisi Cybernetic yaitu Basic
System Theory, General System Theory dan second order Cybernetic.
1)
Basic System Theory
Teori ini adalah format dasar, pendekatan ini
melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa di analisa dan diamati
dari luar. Dengan kata lain seseorang dapat melihat bagian dari system dan
bagaimana mereka saling berhubungan. Seseorang dapat mengamati secara obyektif
mengukur antara bagian dari system dan seseorang dapat mendeteksi input maupun
output dari system. Lebih lanjut mengoperasikan atau memanipulasi system dengan
mengganti input dan tanpa keahlian karena semua diproses melalui mesin. sebagai
alat bantu bagi para professional seperti system analyst, konsultan manajemen,
dan system designer telah membangun sebuah system analisa dan mengembangkannya.
2)
General System Theory
Teori ini diformulasikan oleh Ludwig Von
Bertalanffy seorang biologis. Bertalanffy menggunakan General System Theory
sebagai sarana pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. System ini
menggunakan prinsip untuk melihat bagaiamana sesuatu pada banyak bidang yang
berbeda menjadi selaras antara satu dengan yang lain. Pembentukan sebuah kosa
kata untuk mengkomunikasikan lintas disiplin ilmu.
3)
Second Order Cybernetic
Dikembangkan sebagai sebuah alternative dari
dua tradisi Cybernetic sebelumnya. Second order Cybernetic membuat pengamat tak
dapat melihat bagaimana sebuah system bekerja di luar dengan sendirinya dikarenakan
pengamat selalu ditautkan dengan system yang menjadi pengamatannya. Melalui
perspektif ini kapanpun seseorang mengamati system ini maka seseorang akan
saling mempengaruhi. Karena hal ini memperlihatkan bagaimana sebuah pengetahuan,
sebuah produk menjerat antara yang mengetahui dan yang diketahui.
4.
Tradisi Komunikasi
Sosiopsikologis
A.
Apa itu Sosiopsikologis
Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran
behavioral. Psikologi Sosial memberi perhatian akan pentingnya interaksi yang
mempengaruhi proses mental dalam diri individu. Aktivitas komunikasi merupakan
salah satu fenomena psikologi sosial seperti pengaruh media massa, propaganda,
atau komunikasi antar personal lain.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Sosiopsikologis
Tradisi ini mengkaji individu sebagai makhluk
sosial merupakan tujuan dari tradisi sosiopsikologis. Berasal dari kajian
psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi.
Tradisi ini mewakili perspektif
objektif/scientific. Penganut tradisi ini percaya bahwa kebenaran komunikasi
bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti dan sistematis. Tradisi ini
mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan sebuah perilaku
komunikasi akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator keberhasilan
dan kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi pada
pelaku komunikasi. Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen.
Salah satu tokoh tradisi ini adalah Carl I
Hovland, seorang ahli psikologi yang sekaligus peletak dasar-dasar penelitian
eksperimen yang berkaitan dengan efek-efek komunikasi. Penelitiannya berupaya:
1. Menjadi peletak dasar proposisi
empirik yang berkaitan dengan hubungan antara stimulus komunikasi,
kecenderungan audiens dan perubahan opini.
2. Memberikan kerangka awal untuk
membangun teori berikutnya. Efek utama yang diukur adalah perubahan pendapat
yang dinyatakan melalui skala sikap yang diberikan sebelum dan sesudah pesan
disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Jadi perhatian penting dalam
tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat (opini), sikap, persepsi,
kognisi, interaksi dan efek (pengaruh).
Jadi perhatian penting dalam tradisi ini antara lain
perihal pernyataan, pendapat(opini), sikap, persepsi, kognisi, interaksi dan
efek (pengaruh).
C.
Varian Dalam Tradisi Sosiopsikologis
Adapun Varian dari Tradisi ini adalah:
1) Perilaku, memberikan perhatian
pada bagaimana seseorang berperilaku/bertindak dalam berbagai situasi
komunikasi yg dihadapinya. Teori ini melihat hubungan yang kuat antar stimulus
yang diterima & respons yang diberikan
2) Koginitif, cabang ini cukup
banyak digunakan saat ini berpusat pada pola pemikiran. cabang ini
berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses
informasi dalam cara yang mengarahkan output perilaku.
3)
Biologis, menjelaskan bagaimana
peran dari struktur & fungsi otak serta faktor genetis yang dimiliki
seseorang mempengaruhi perilakunya.
5.
Tradisi sosiokultural
A.
Apa itu Sosiokultural
Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa
komunikasi berlangsung dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi
dipengaruhi dan mempengaruhi kebudayaan suatu masyarakat. Konsep kebudayaan
yang dirumuskan Clifford Geertz tentu saja menjadi penting. Media massa, atau
individu ketika melakukan aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor
situasional tertentu
B.
Asumsi Dasar Tradisi Sosiokultural
Pendekatan sosiokultural terhadap teori
komunikasi menunjukkan cara pemahaman kita terhadap makna, norma, peran dan
peraturan yang dijalankan secara interaktif dalam komunikasi. Premis tradisi
ini adalah ketika orang berbicara, mereka sesungguhnya sedang memproduksi dan
memproduksi kembali budaya. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa
kata-kata mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Pandangan kita tentang
realitas dibentuk oleh bahasa yang telah kita gunakan sejak lahir.
Ahli bahasa Universitas Chicago, Edwar Sapir
dan Benyamin Lee Whorf adalah pelopor tradisi sosio cultural. Hipotesis yang
diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya menentukan apa yang orang
pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana seseorang menyesuaikan
dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa hanya
semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi
tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita
memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
Secara fungsional, bahasa adalah alat yang
dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan (socially shared), karena
bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota
kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan
kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh; terhadap buah
pisang, orang Sunda menyebutnya cau dan orang Jawa menyebutnya gedang.
Secara formal, bahasa adalah semua kalimat
yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan bahasa. Setiap bahasa
dapat dikatakan mempunyai tata bahasa/ grammarnya tersendiri. Contoh: sebuah
kalimat dalam bahasa Indonesia yang berbunyi “dimana saya dapat menukar uang
ini?”, maka akan ditulis dalam bhasa Inggris “where can I Change some money?”
C.
Varian Dalam Tradisi Sosiokultural
Layaknya semua tradisi, sosiokultural
memiliki beragam sudut pandang yang berpengaruh yaitu paham interkasi simbolis,
konstruksionisme, sosiolinguistik, filosofi bahasa, etnografi dan
etnometodologi.
1)
Paham interaksi simbolis berasal
dari kajian sosiologi melalui penelitian Herbert Blumer dan George Herbert Mead
yang menekankan pentingnya observasi partisipan dalam kajian komunikasi sebagai
cara dalam mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial.
2)
Pandangan konstruktivisme sosial
merupakan sebuah pandangan yang mengkaji bagaimana pengetahuan manusia dibentuk
melalui interaksi sosial. Identitas dari sesuatu dihasilkan
dari bagaimana kita membicarakan suatu objek , bahasa yang digunakan untuk
menampung konsep kita dengan cara di mana group sosial berorientasi pada
pengalaman mereka.
3)
sosiolinguistik atau kajian
bahasa dan budaya. Sebagaimana kita ketahui manusia menggunakan bahasa secara
berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda.
4)
Sudut pandang lain yang
berpengaruh dalam pendekatan sosiokultural adalah etnografi atau observasi
tentang bagaimana kelompok sosial membangun makna melalui perilaku linguistik
dan non linguistik mereka.
6.
Tradisi Kritis
A.
Apa itu Kritis
Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup
komunikasi antar personal maupun komunikasi bermedia. Komunikasi dalam tradisi
ini diharapkan dapat berperan sebagai alat transformasi masyarakat.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Kritis
Tradisi ini berangkat dari asumsi teori-teori
kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses
komunikasi dilihat dari sudut pandang kritis. Komunikasi dianggap memiliki dua
sisi berlawanan, dimana disatu sisi ditandai dengan proses dominasi kelompok
yang kuat atas kelompok masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktivitas
komunikasi mestinya menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok
masyarakat yang lemah.
Istilah teori kritis berasal dari kelompok
ilmuwan Jerman yang dikenal dengan sebutan “Frankfurt School”. Para
teoritisinya mengadopsi pemikiran Marxis. Kelompok ini telah mengembangkan
suatu kritik sosial umum, di mana komunikasi menjadi titik sentral dalam
prinsip-prinsipnya. Sistem komunikasi massa merupakan focus yang sangat penting
di dalamnya. Tokoh-tokoh pelopornya adalah Max Horkheimer, Theodore Adorno
serta Herbert Marcuse. Pemikirannya disebut dengan teori kritis. Ketika
bangkitnya Nazi di Jerman, mereka berimigrasi ke Amerika. Di sana mereka
menaruh perhatian besar pada komunikasi massa dan media sebagai struktur
penindas dalam masyarakat kapitalistik, khususnya struktur di Amerika.
Teori kritis menganggap tugasnya adalah
mengungkap kekuatan-kekuatan penindas dalam masyarakat melalui analisis
dialektika. Teori kritis juga memberikan perhatian yang sangat besar pada
alat-alat komunikasi dalam masyarakat. Komunikasi merupakan suatu hasil dari
tekanan antara kreativitas individu dalam memberi kerangka pesan dan
kendala-kendala sosial terhadap kreativitas tersebut. Salah satu kendala utama
pada ekspresi individu adalah bahasa itu sendiri. Kelas-kelas dominan dalam
masyarakat menciptakan suatu bahasaa penindasan dan pengekangan, yang membuat
kelas pekerja menjadi sangat sulit untuk memahami situasi mereka dan untuk
keluar dari situasi tersebut. Kewajiban dari teori kritis adalah menciptakan
bentuk-bentuk bahasa baru yang memungkinkan diruntuhkannya paradigma dominan.
Hal itulah yang diungkapkan oleh Jurgen Habermas, tokoh terkemuka kelompok
Franfurt School di era berikutnya.
C.
Varian Dalam Tradisi Kritis
Tradisi ini begitu kaya akan
gagasan-gagasannya. Gagasan pertama dalam tradisi ini adalah marxisme yang
merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini. Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar
dari segala struktur sosial. Praktek-praktek komunikasi dilihat sebagai hasil
dari tekanan antara kreativitas individu dan desakan sosial kreativitas itu
(Littlejohn & Foss 70-71)
1) Kritik Politik ekonomi
Pandangan ini merupakan revisi
terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas kedalam dua
kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas berdasarkan kepentingan
ekonomi. Sebaliknya, mereka yang mencoba tetap menggunakan asumsi Marxist namun
memandang bahwa dalam realitas sosial yang komplek sesungguhnya terjadi
pertarungan ideologi.
2) Gagasan yang kedua terlontar dari
mazhab Frankfurt School
Digawangi oleh Theodore Adorno,
Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Pengikut mazhab ini percaya bahwa dalam
rangka mempromosikan suatu filosofi sosial, teori kritis mampu menawarkan suatu
interkoneksi dan pengujian yang menyeluruh perubahan bentuk dari masyarakat,
kultur ekonomi, dan kesadaran.
3) Gagasan post-modernisme
Ditandai dengan relativitas, ketiadaan
standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai
sesuatu yang sakral (grand narative). Menghargai hal-hal yang lokal, keunikan,
dan semacamnya.
4) Gagasan Cultural Studies
Memberi perhatian kepada kajian
terhadap ideologi yang mendominasi suatu budaya yang berfokus kepada perubahan
sosial serta hal-hal yang positif di
dalam budaya itu sendiri.
5) Gagasan Post-strukturalis
Yakni pandangan yang memandang
realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi.
Realitas tidak sebagaimana pandangan kalangan strukturalis yang melihat sudah
bersifat teratur, tertata, dan terstruktur. Realitas merupakan suatu proses
pembentukan yang berlangsung terus menerus dengan melibatkan banyak kalangan
dengan identitas masing-masing. Yang menonjol adalah terdapatnya proses
artikulasi dari masing-masing kalangan.
6) Gagasan Post-kolonialisme
Memperhatikan pola-pola
komunikasi yang ada pada semua kultur yang dipengaruhi oleh masa imperialisme
dari masa penjajahan hingga saat ini.
7) Paradigma atau kajian feminisme
Kajian ini memiliki beragam
definisi mulai dari pergerakan untuk menyelamatkan hak-hak perempuan hingga
perjuangan untuk menegaskan perbedaannya. Penelitian feminis lebih dari sekedar
kajian terhadap gender. Feminisme berupaya untuk memusatkan teori terhadap
pengalaman perempuan dan untuk membicarakan kategori-kategori gender dan sosial
lainnya, termasuk ras, etnis, kelas, dan seksualitas.
Kesemua gagasan dalam teori kritis ini tentunya
merefleksikan begitu banyak dan luas kajian budaya dalam ilmu komunikasi.
Tradisi kritis memiliki 3 keunggulan atau
keistimewaan pokok, yaitu:
1.
Tradisi kritik mencoba memahami
sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan dan keyakinan atau
ideologi, yang mendominasi masyarakat dengan pandangan tertentu di mana
minat-minat disajikan oleh struktur-struktur kekuatan tersebut. Pertanyaan
seperti siapa yang boleh dan yang tidak boleh berbicara, apa yang boleh dan
tidak boleh dikatakan, siapa yang mengambil keuntungan dari sistem-sistem
tertentu,menjadi hal biasa yang ditanyakan oleh para ahli teori kritik.
2.
Para ahli teori kritik umumnya
tertarik membuka kondisi-kondisi sosial yang menindas dan rangkaian kekuatan untuk
mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas dan lebih
berkecukupan. Memahami penindasan dalam menghapus ilusi-ilusi ideologi dan
bertindak mengatasi kekuatan-kekuatan yang menindas.
3.
Teori kritik menciptakan
kesadaran untuk menggabungkan teori dan tindakan. Teori-teori tersebut bersifat
normatif dan bertindak untuk mendapatkan atau mencapai perubahan dalam
kondisi-kondisi yang memengaruhi masyarakat. Wajarlah, teori kritik kerap kali
menggabungkan diri dengan minat-minat dari kelompok yang terpinggirkan.
7.
Tradisi Retorika
A.
Apa itu Retorika
Menurut Aristoteles, retorika adalah seni
membujuk atau the art of persuation (M.
Djen Amar, 1986, hlm. 11). Sunarjo
(1983) mendefinisikan retorika sebagai suatu komunikasi di mana komunikator
berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan (audience)
dalam bentuk jamak. Aristoteles berpendapat bahwa retorika itu sendiri
sebenarnya bersifat netral. Maksudnya adalah orator itu sendiri bisa memiliki
tujuan yang mulia atau justru hanya menyebarkan omongan yang tidak sesuai atau
bahkan dusta belaka. Menurutnya, “…by using these justly one would do the
greatest good, and unjustly, the greatest harm” .
Rethoric, salah satu karya terbesar
Aristoteles, banyak dilihat sebagai studi tentang psikologi khalayak yang
sangat bagus. Aristoteles dinilai mampu membawa retorika menjadi sebuah ilmu,
dengan cara secara sistematis menyelidiki efek dari pembicara, orasi, serta
audiensnya. Orator sendiri dilihat oleh Aristoteles sebagai orang yang
menggunakan pengetahuannya sebagai seni. Jadi, orasi atau retorika adalah seni
berorasi.
B.
Asumsi Dasar Tradisi Retorika
Tradisi ini melihat bagaimana seseorang
melakukan sebuah orasi dan menitikberatkan pada aspek ethos patos logos. Ethos
berfokus pada kecerdasan sang orator dalam mengolah kata-kata dan
menyampaikannya pada audience, patos merujuk pada emosi pendengar dalam
menerima pesan dan logos merujuk pada aspek logis dari apa yang disampaikan
oleh sang orator.
Awalnya retorika berhubungan dengan persuasi,
sehingga dimaknai sebagai seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah pidato.
Lantas berkembang meliputi proses “adjusting ideas to people and people to
ideas” dalam segala jenis pesan. Fokus dari retorika telah diperluas bahkan
lebih mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi
lingkungan di sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal.
Pusat dari tradisi retorika adalah 5 karya
agung retorika yakni: penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat.
Semuanya adalah elemen-elemen dalam mempersiapkan sebuah pidato, sedangkan
pidato orang Yunani dan Roma kuno berhubungan dengan ide-ide penemuan,
pengaturan ide, memilih bagaimana membingkai ide-ide tersebut dengan bahasa
serta akhirnya penyampaian isu dan daya ingat. Penemuan, mengacu pada
konseptualisasi yakni proses menentukan makna dari simbol melalui interpretasi,
respons terhadap fakta yang tidak mudah ditemukan pada apa ayang telah ada,
tetapi menciptakannya melalui penafsiran dari kategori-kategori yang digunakan.
Ada enam keistimewaan yang mencirikan tradisi
ini:
a)
Keyakinan bahwa berbicara
membedakan manusia dari binatang.
b)
Ada kepercayaan bahwa pidato
publik yang disampaikan dalam forum demokrasi adalah cara yang lebih efektif
untuk memecahkan masalah politik.
c) Retorika merupakan sebuah
strategi di mana seorang pembicara mencoba mempengaruhi seorang audiens dari
sekian banyak audiens melalui pidato yang jelas-jelas bersifat
persuasive. Public speaking pada dasarnya merupakan komunikasi
satu arah.
d)
Pelatihan kecakapan pidato adalah
dasar pendidikan kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan
argumen-argumen yang kuat lalu dengan lantang menyuarakannya.
e)
Menekankan pada kekuatan dan
keindahan bahasa untuk menggerakkan orang banyak secara emosional dan
menggerakkan mereka untuk beraksi/bertindak. Pengertian Retorika lebih merujuk
kepada seni bicara daripada ilmu berbicara.
f) Sampai tahun 1800-an, perempuan
tidak memiliki kesempatan untuk menyuarakan haknya. Jadi retorika merupakan
sebuah keistimewaan bagi pergerakan wanita di Amerika yang memperjuangkan
haknya untuk bisa berbicara di depan publik.
C.
Varian Dalam Tradisi Retorika
Retorika diartikan berbeda pada
setiap zaman kita mengenal ada tujuh masa perkembangan dari retorika yaitu,
klasik, abad pertengahan, masa renaissance, penerangan , kontemporer dan post
modern.
1) Era Klasik
Didominasi oleh aliran seni dalam
berbicara, kaum sophist sebagai pelopor aliran ini berkeliling mengajarkan
retorika tentang bagaimana berargumen dan memenangkan sebuah kasus pada masa
awal di mana retorika baru diperkenalkan. Plato sangat tidak menyukai aliran
sophist ini dan menjuluki kaum sophis ini karena mereka berorientasi bagaimana
menang dalam berdebat karena menurut plato yang nota bene beraliran filosof
bahwa retorika digunakan untuk alat berdialog untuk mencapai kebenaran yang
absolute.
2) Abad Pertengahan
study tentang retorika berfokus
pada pengaturan gaya, namun Retorika pada abad pertengahan dicela sebab
dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak perlu dipelajari sebab
agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya dengan sendiri. Pada abad ini
bisa dikata sebagai the end of retorika. Sebelum agustine seorang guru retorika
mengatakan dalam buku doktrin Kristen bahwa retorika dibutuhkan bagi seorang
pendeta untuk dapat menerangkan retorika dan menyenangkan umatnya.
3) Renaissance
Masa ini dianggap sebagai
kelahiran kembali retorika sebagai suatu seni. Para sarjana humanis member
perhatian dan concern pada semua aspek untuk kemanusiaan, penelitian kembali
text-text retorika klasik dalam rangka memahami manusia.
4) Abad Pencerahan
Selama masa ini para pemikir
seperti Rene Descartes dalam rangka
menentukan apa yang bisa disebut sebagai suatu yang absolute dan objective pada
pikiran manusia. Francis Bacon mengatakan
retorika menggerakkan imajinasi pada pergerakan yang lebih baik. Logika atau
pengetahuan merupakan bagian dari bahasa , dan retorika menjadi sarana untuk
mengetahui suatu atau menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika
kembali menjadi citra yang baik seperti saat ini.
5) Pada masa Retorika kontemporer
Diringi dengan tumbuhnya minat
retorika seperti jumlah dan macam symbol meningkat. Apalagi dengan kehadiran
media massa maka penyampaian pesan disampaiakn secara visual dan verbal.
6) Retorika Postmodern
Tidak lagi berpaku pada gaya
retorika yang dikembangkan oleh barat dia menyesuaikan retorika sesuai dengan
budaya tempat di mana pesan disampaikan. Aliran ini merupakan alternative yang
dimulai dari asumsi yang berbeda, nilai nilai acuan yang berbeda, untuk
menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar